RSS

Cerpen Bu Rini dan LasSo


Semoga Doa Kita Bersayap
 “Teman-teman, mohon bantuannya ya... kami disini membutuhkan cerita anak dan Al-Qur’an untuk dipakai mengaji dan membaca anak-anak sekolah dan pemuda di desa Tatibajo ini, mengingat jumlah yang ada disini sangat terbatas dan untuk ke kota juga jauh sedangkan semangat belajar mereka disini sangat tinggi. Terimakasih”-Agus Arifin-
            Tersentuh hati ini membaca apa yang ditulis oleh Bapak Agus Arifin di wall facebooknya. Betapa tidak, anak-anak di desa terpencil ternyata masih mempunyai semangat belajar yang begitu tinggi walaupun dengan fasilitas yang sangat terbatas.
            Jadi senyum-senyum kecut sendiri membaca wall nya Pak Agus ini. Rasanya hati ini seperti tersentil halus dan tersindir merasa belum bisa memberikan yang terbaik buat murid-muridku. Terkadang juga rasa malas ini mampir membuat langkah kaki berat menuju ke sekolah dengan berbagai alasan seperti capek lah,,ngantuk lah,,dan alasan lainnya yang memang tidak bisa dibenarkan. Malu juga sama Pak Agus ternyata pengabdian ku belum ada apa-apanya dibanding beliau yang rela meninggalkan kota menuju ke desa yang sangat pelosok di pulau Sulawesi untuk mencerdaskan bangsa ini. Sungguh mulia sekali.
            Tulisan tersebut secara tidak langsung telah mensugesti ku, memberikan suntikan semangat lagi kepada ku untuk lebih bersemangat lagi memberikan ilmu kepada murid-murid ku. Dan entah mengapa tulisan itu akhir-akhir ini slalu terngiang dibenak ku. Aku juga berimajinasi tentang murid-murid yang ada di desa itu, berusaha memposisikan diri ku seandainya ada dalam situasi itu. Ahh, mungkin tak sanggup setegar dan sekuat mereka.
            “Ahaaaaa....mengapa tidak ku coba saja?”senyumku pun mengembang disela-sela lamunanku saat istirahat sekolah. Seolah-olah seperti ada lampu yang sedang menyala di otak ku berusaha menerjemahkan ide bagus yang tiba-tiba muncul.
            “Mungkin anak-anak akan sangat suka dengan ini..!!”hatiku berbisik.
            “Teeeeeeeeeettttttt......teeeeeeeeeeetttttttttt!!!!”bunyi bel sekolah membuyarkan lamunanku. Segera aku beranjak menuju pintu kelas untuk mengecek murid ku supaya langsung masuk kelas dan tidak ada yang keluyuran lagi, karena sudah waktunya buat mereka belajar lagi.
            “Masuuuuuuuuuuuuukkkk.....masuuuuukkkkkk...ooooiiii....masuuuuukkkkkk!!” teriak beberapa murid ku memanggil teman-temannya yang masih asyik bermain-main. Mungkin sebagian dari mereka yang memanggil ini sudah tahu kalau gurunya sudah siap berdiri di pintu. Lucu sekali melihat berbagai tingkah mereka. Jadi ingat dulu juga pernah melakukan hal seperti itu. hehehe...
            Setelah semua murid masuk dan sudah lengkap, masih harus menunggu suasana kelas kembali tenang dan kondusif. Penyesuaian diri juga bagi sebagian murid yang terlanjur berkeringat dan bau matahari karena tadi waktu istirahat lari-lari entah main apa mereka, mungkin berbeda dengan permainan-permainan waktu aku sd dulu.
            “Sudah...yuk, kita berdoa dulu ya anak-anak.....??”
            Anak-anak pun membaca doa setelah makan dan doa keluar kamar mandi, tradisi yang selalu ada di sekolah ini.
            “Baiklah, sekarang kita belajar PKn ya...”
            Pelajaran PKn kali ini membahas tentang segala hal yang berhubungan dengan Kerja Sama. Disela-sela penjelasanku tentang kerja sama, kuselipkan sedikit ceritaku tentang Pak Agus dan anak-anak yang berada di desa Tati Bajo, Majene. Walaupun sebenarnya agak melenceng dari topik tapi tetap aku kemas dengan apik supaya berkaitan dengan apa yang sedang dibahas dalam buku. Aku menjelaskan tentang betapa semangatnya anak-anak di desa Tatibajo untuk belajar walaupun dengan fasilitas yang sangat terbatas. Ku giring anak-anak untuk berimajinasi menyelami dan memposisikan diri mereka seandainya menjadi anak-anak itu.
Tidak terasa suasana kelas hening sekali. Anak-anak terpaku pada setiap kalimat yang terucap dari ku, pada setiap bait penjelasanku. Terlihat sekali pikirannya juga jauh menerawang membayangkan hal seperti yang aku harapkan.
“Bu,pasti mereka kasihan sekali ya....sekolahnya jauh, pasti gak pake sepatu, dan pasti kayak di film laskar pelangi itu ya....??”celetuk salah satu muridku.
“Bu,pasti sekolahnya juga gak seperti sekolah kita. Mungkin sekolahnya bocor kalau hujan dan kepanasan kalau lagi panas.”
“Iya...ya bu,pasti susah kalau hidup seperti mereka. Jangankan AC seperti kita, listrik aja mungkin gak ada.”
“Jadi kayak tarsan ya.....aaaaauuuuuooooooo”
“Hahahahaahahahaha................”
Berbagai pendapat yang lucu muncul dari mulut mereka. Ya...mungkin pendapat mereka ada yang benar dan ada yang sampai menghayal terlalu tinggi. Sedangkan aku sendiri pun tidak tahu seperti apa sebenarnya keadaan disana. Sampai akhirnya suasana kelas yang tadinya hening menjadi riuh, aku pun harus segera mengkondisikan suasana supaya tenang lagi.
“Anak-anak coba dengarkan bu Guru ya...”suaraku memecah keriuhan yang terjadi dan semua murid berusaha fokus menjelaskan penjelasanku lagi.
“Kalian sendiri sudah membayangkan betapa susahnya hidup disana dengan fasilitas yang sangat terbatas, tapi mereka masih tetap mempunyai semangat belajar yang tinggi.”
“Sedangkan kita yang ada di kota besar sering sekali kurang bersyukur dengan kemudahan fasilitas yang ada, yang tinggal minta dari orang tua. Sekolah yang bagus, ber AC, tas bagus, seragam bagus, sepatu bagus, dan sering semuanya serba baru saat kenaikan kelas.Tapi bagaimana dengan semangat belajar kita???apakah semakin meningkat dan sama barunya dengan barang-barang kita???”.
“Tidak jarang Bu Rini temui diantara kalian yang masih males belajarnya..kalau tas, sepatu, dan alat-alat sekolahnya tidak baru ya...tidak mau sekolah, padahal yang lama masih bisa dipakai..iya kan??hayoooo.....”
            “Hehehe...iya Bu, itu Inal biasanya kayak gitu..”sahut Ulul yang memang masih bersaudara dengan Inal, makanya dia tahu persis tentang saudaranya itu.
            “Gak Bu....saya tidak seperti itu, tuh kak Ulul juga gitu.”balas Inal tidak mau kalah.
            “Sudah...Bu Rini tidak mau menyebutkan siapa itu.”Leraiku atas perdebatan kakak adik yang baru saja terjadi.
            “Bu, bagaimana kalau kita membantu mereka?”celetuk Fathur.
            “Tapi bagaimana ya caranya??kan jauh??”. Murid-murid ku berpikir keras dengan berbagai macam mimik. Memutar mata, mengangguk-angguk sendiri seakan baru saja mendapatkan wahyu, dan ada juga yang sambil menggigit sebagian bibir memainkan bibir mereka. Ekspresi mereka mengatakan tulus ingin membantu anak-anak desa Tatibajo itu, namun mereka bingung bagaimana cara membantunya karena letaknya desa itu yang sangat jauh sekali dari Surabaya.
            “Pos....pos.....iyaaaa pos Bu... “terkaget aku dengan suara setengah teriakan itu. Ekspresi ide cemerlang yang langsung diceploskan sesegera mungkin takut ide itu keburu hilang.
            “Ada apa dengan pos Nak?” tanya ku.
            “Bu, kita bisa membantu mereka dengan mengirimkan sejumlah buku atau Al-Qur’an melalui pos kan?” kata Hikmah dengan semangat.
            “Iya Bu, kita kan punya uang amal yang insyaAllah cukup untuk membantu mereka.”sambung yang lainnya.
            “Kata Bu Rini kan kalau kita beramal, apalagi barang yang kita amalkan itu bermanfaat dan digunakan maka selama itu pula kita mendapat pahala ya kan Bu?”
            Dan berbagai pendapat muncul dari muridku dengan semangat 45. Antusiasme mereka membuatku kagum. Benar-benar jiwa yang polos yang penuh dengan kebaikan.
            “Ya sudah, besok uang amal kelas kita belikan sejumlah Al-Qur’an dan buku ya.... “


--to be continue--

0 komentar:

Posting Komentar