RSS

Anak-Anak Bukan Orang Dewasa mini

Anak tetaplah anak-anak, mereka bukan orang dewasa berukuran mini. Mereka pasti memiliki keterbatasan-keterbatasan bila dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu, mereka juga hidup di dalam dunia tersendiri yang khas dan harus dilihat dengan kacamata anak-anak.
Untuk menghadapi mereka , dibutuhkan kesabaran, pengertian, dan toleransi yang mendalam. Mengharapkan mereka mampu mengerti sesuatu dengan cepat seperti halnya orang-orang dewasa bukanlah merupakan sikap yang bijaksana.
Berikut ini adalah beberapa TIPE KOMUNIKASI yang biasa orang tua /guru lakukan terhadap anak. Termasuk tipe yang manakah Anda?
TIPE TERBUKA 
Tipe ini paling sehat, antara anak dan orang tua terjalin komunikasi yang saling terbuka. Orangtua mau mendengarkan anak dan anak secara leluasa dapat bercerita, mengekspresikan perasaan dan pikirannya serta berdiskusi dengan orangtua.
                           Andi : "Mama, Andi mau ceritakan sesuatu nih......."
                           Mama : " Silahkan sayang, cerita saja."
TIPE PERMUKAAN
Komunikasi yang terjalin bukan pada hal-hal penting, tidak jujur, tidal detail, dan sekadar basa-basi saja sebatas permukaan.
                          Andi    : "Mama, kenapa sedih?"
                          Mama  : "Ah, tidak apa-apa sayang."
TIPE MENGABAIKAN (avoidance)
Semua anggota keluarga saling menghindar sehingga tidak terjalin komunikasi. Hal ini bisa disebabkan hubungan orangtua yang tidak harmonis atau memang karena pribadi orangtua sendiri yang tidak terbuka terhadap anak dan tidak peduli dengan kebutuhan komunikasi anak-orangtua.
                        Andi     :"Mama, Andi mau menanyakan suatu hal."
                        Mama   :"Nanti saja, ya. Mama sedang sibuk."
TIPE KOMUNIKASI SALAH
Biasanya terjadi pada pola asuh otoriter. Orangtua cenderung menuntut anak. Bila tidak sesuai dengan keinginan yang diharapkan, orangtua langsung marah-marah. Akibatnya, anak selalu takut berbuat salah. 
                      "Kamu HARUS pulang tepat waktu, TITIK!"
TIPE KOMUNIKASI SATU ARAH
Tipe komunikasi satu arah terjadi jika dalam keluarga hanya ada satu figur dominan dalam berkomunikasi, entah ayah atau ibu. Ia yang menentukan kapan anak boleh bicara atau tidak.
                      "Sebentar! Mama belum selesai bicara........"
TIPE TANPA KOMUNIKASI
Antar anggota keluarga jarang terjadi pembicaraan meskipun sebetulnya diantara mereka tidak ada konflik nyata. Misalnya, orangtua pulang kantor dan langsung masuk kamar. Anak pun demikian, pulang sekolah langsung mengunci kamar. Akibatnya, orangtua tidak tahu keadaan dan kebutuhan anak.

CERITA untuk RENUNGAN :
Alkisah, seorang ayah baru saja membeli sebuah mobil yang sangat mewah. Ia benar-benar menyukai mobil barunya itu. Dia bisa berlama-lama duduk minum kopi di teras rumah sambil melihat mobil barunya.
Sang ayah memiliki seorang putra yang baru berusia 6 tahun. Anak itu aktif dan cerdas dan sangat menyayangi ayahnya. Suatu waktu, dia ingin menyatakan perasaan sayangnya kepada sang ayah. Kebetulan anak itu sedang belajar menulis. Si anak mencoba menulis pesan di kertas dan menaruhnya di atas meja. Namun, sang ayah tidak terlalu memperhatikannya.
Anak itu punya ide, ia berniat untuk menuliskan pesan yang ingin ia sampaikan kepada ayahnya dengan cara menuliskannya pada badan mobil itu. Dengan bangga ia menuliskan sebuah pesan yang berbunyi, "Aku sayang Papa".
Sore hari, dia menunggu ayahnya pulang. Dia berharap ayahnya akan langsung memeluknya begitu dia membaca pesan tersebut. Dalam angan-angannya, si anak membayangkan ayahnya akan berkata : Nak, luar biasa! Kamu sudah pandai menulis! Si anak mulai membayangkan ayahnya menggendongnya dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Setelah anak itu menunggu cukup lama, sang ayah pun pulang, ia selalu menggunakan mobil lamanya untuk ke kantor. Begitu ia menengok mobil barunya yang sungguh ia sukai, ia melihat coretan-coretan pada mobilnya. Hanya berbentuk yang tidak keruan berupa goresan-goresan yang ia lihat.
Hatinya geram, dipanggilnya si anak dan dimintanya untuk menaruh jari tangannya di atas meja. Tanpa ragu-ragu, jari tangan anak itu dipukul keras-keras dengan kayu. Anaknya sangat terguncang, ia menangis keras-keras sepanjang malam karena hukuman yang diterimanya itu. Ibunya hanya bisa memeluk anak itu sampai mereka berdua sama-sama tertidut karena kelelahan. 
Esok harinya, si anak sakit panas dan tidak masuk sekolah. Sang ayah berpikir, pasti anaknya demam karena kurang tidur. Ia pergi ke luar kota karena ada urusan bisnis. Esok harinya, si anak masih panas, ia jadi sering memegangi jari tangannya karena sakit. Akan tetapi, ia menyembunyikan rasa sakitnya itu dari kedua orangtuanya.
Lima hari kemudian, si anak masih demam tinggi dan badannya menggigil. Sang ibu segera membawa ke dokter. Ternyata, luka pada tangan putranya itu belum juga sembuh, bahkan terjadi infeksi. Oleh karena itu, dokter harus segera memberi pengobatan. Hari terus berlalu, sakit yang diderita si anak belum sembuh. Dokter menyatakan bahwa infeksinya sudah parah karena terlambat ditangani. Akhirnya, jari tangannya harus diamputasi karena sudah tidak dapat tertolong lagi.
Begitu mendengar kabar tersebut, sang ayah segera pulang. Ketika bertemu dengan anaknya, ia langsung menangis dan meminta maaf. Ia sadar bahwa karena dirinya tidak mampu mengendalikan amarahnya saat itu, kejadian yang sangat buruk ini terjadi. Si anak tetap membisu, sampai akhirnya dia bersuara :
"Aku juga minta maaf, Papa, sebab karena ulahku mobil Papa harus dicat lagi. Tapi, apakah Papa bisa mengembalikan jari-jariku?"

 Sumber : The Magic Way to Make Your Kids Brilliant Students. Ichsan Solihudin

Semoga artikel dan cerita ini dapat bermanfaat untuk pembaca sekalian dan menjadi bahan renungan untuk menjadi lebih baik lagi.

0 komentar:

Posting Komentar